Oleh: Dt. Mangkoeto Besar
Menurut cerita dan paparan ninik moyang kita sejak dahulu kala, mula-mula sumur di kali,ranting di patah, langit di junjung, bumi di pijak,ninik kita per tama kali berkumpul di Gunung Merapi Kerinci.
Setelah itu mereka berpindah ke Gunung Jilatang, ke-mudian mencari tempat yang baik di Riang Tinggi (Hiang), dan di sana lah menetap untuk se-lama nya.
Sebagian dari ninik berpindah mencari tempat kediaman ke Jangkang Tinggi dan Pulau Sangkar Pengasih Tamiai.
Yang menetap di Riang Tinggi merupakan bagian dari Laras Koto Piliang (Datoek Ketoemanggoengan).
Yang menetap di Jangkang Tinggi serta Pulau Sangkar Pengasih Tamiai merupakan bagian dari Laras Boedi Tjaniago (Dt. Perpatih Nan Sabatang).
Adapun seluruh orang alam Kerinci yang sejati, menurut Curiang Barih orang tuo-tuo Se-panjang adat,
berasal dari Pariangan Padang Panjang di alam Minangkabau, sebagaimana tercatat dalam Tambo.
Oleh sebab itu,penting bagi kita melihat tambo-tambo keturunan anak kemenakan dan pemuda-pemuda tidak lupa akan asal usul ketidaktahuan.
Sebagian orang menyangka negeri kita tidak beradat, Menurut tambo orang tua-tua kita, seluruh alam Kerinci sebagai anak bumi putra sejati memiliki gelar Datoek sebagai mana di Minangkabau.
Awal nya berasal dari Datoek yang empat :
1. Datoek Yang Tunggal (Dusun di Riang Tinggi)
2. Datoek Batoe Hampar (Dusun di Riang Tinggi)
3. Datoek Radja Poetih (Dusun di Koto Marau)
4. Datoek Malindeman (Dusun di Koto Ameh)
Merekalah yang dahulu memimpin masyarakatnya masing-masing dalam Laras Koto Piliang.
Dalam Laras Boedi Tjaniago terdapat tiga gelar Datoek :
1. Datoek Rintjong Talang (Dusun di Pulau Sangkar)
2. Datoek Biang Saring (Dusun di Pengasih)
3. Datoek Banoer Langkap (Dusun di Tamiai)
3 datuk yang memimpin Laras Boedi Tjaniago menurut adat, Cancang Latih ninik moyang yang berasal dari Datoek empat berkembang biak,lalu membentuk beberapa koto
1. Koto Tabat (Koto Piliang)
2. Koto Talang Banio (Koto Piliang)
3. Koto Pajoeng Pandoeng (Koto Piliang)
4. Koto Pandan (Koto Piliang)
5. Koto Beringin (Koto Piliang)
6. Koto Limau Saring (Koto Piliang)
pecah lagi menjadi:
1. Simoeroep (Koto Piliang)
2. Tanah Kampoeng (Koto Piliang)
3. Penamar (Koto Piliang)
4. Soengai Penoeh (Koto Piliang)
5. Rawang (Koto Piliang)
6. Kemantan (Koto Piliang)
7. Soeleman (Koto Piliang)
8. Peti Toedjoeh (Koto Piliang)
Koto Piliang inilah yang disebut “Tiga Halai Kain” menurut adat, yang memimpin masyarakatnya di Negeri Riang Tinggi. Pemerintahan tertua berkedudukan di Riang Tinggi.
Adapun pecahan dari “Tiga Halai Kain” melahirkan depati
1. Sanggaran Agoeng (Boedi Tjaniago)
2. Loloh (Boedi Tjaniago)
3. P. Tangah (Boedi Tjaniago)
4. Djoedjoen (Boedi Tjaniago)
Orang alam Kerinci sejati akhir nya mengikuti aturan pemerintah Jambi dan larut dalam adat Jambi,
Hal ini terjadi keterbatasan pengetahuan ninik moyang yang tidak lagi mengingat asal-usul nya dari Minangkabau.
Seperti pepatah orang tua di Minangkabau: “Jalan di asak urang lalu, cupak di alih urang manggaleh.”
Menurut cerita orang tua,asal mula nya negeri kita berpindah ke Jambi adalah setelah perang antara Himbang Djajo Tiang Boengkoek dengan Tjindoer Mato, sekitar abad ke-17.
Demikianlah saya tuliskan asal usul ini menurut cerita orang tua di Kerinci, yang diterangkan oleh Tuan Hadji Matkari Mandapo Hiang Tinggi bergelar pusaka Depati Atoer Boemi.
Yang menurut keterangannya, gelar tersebut berasal dari Datoek Batoe Hampar di alam Minangkabau.
Ditulis oleh: Datoek Mangkoeto Basa, Ampang Gadang, 31 Mei 1926, Foto: Mannen bij een wachthuis in Poelautengah – Kerinci







