Jakarta – Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan pembelian 42 unit jet tempur J-10C dari China dengan nilai kontrak lebih dari USD 9 miliar (sekitar Rp 145 triliun).
Langkah ini menandai tonggak baru dalam sejarah pertahanan nasional sebagai akuisisi pertama pesawat tempur non-Barat oleh Indonesia.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengonfirmasi kesepakatan tersebut pada Selasa (28/10),
menyebutnya sebagai “keputusan strategis untuk memperkuat kemandirian pertahanan udara Indonesia sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap pemasok tradisional dari Barat dan Rusia.”
Pesawat J-10C, di produksi oleh Chengdu Aircraft Corporation, merupakan jet tempur multiperan generasi 4.5 dengan kemampuan menyerang sasaran udara dan darat.
Di lengkapi radar AESA, sistem peperangan elektronik modern, serta kemampuan membawa rudal udara-ke-udara jarak jauh, J-10C di gadang mampu menyaingi pesawat sekelas F-16 dan Rafale.
Keandalan J-10C telah teruji di lapangan. Angkatan Udara Pakistan (PAF) sukses mengoperasikan pesawat ini dalam konflik Indo-Pakistan 2025, yang menjadi ajang pembuktian efektivitas tempur dan keunggulan teknologinya.
“Indonesia melihat performa J-10C sebagai pembuktian nyata bahwa pesawat tempur buatan China kini telah mencapai standar global,” ujarnya.
Sebelumnya, modernisasi TNI AU banyak bergantung pada produk Barat, termasuk pembelian 42 unit Dassault Rafale dari Prancis yang mulai di kirim pada 2026.
Namun, langkah memilih J-10C mencerminkan strategi baru pertahanan Indonesia: menyeimbangkan kualitas, biaya, dan kemandirian politik.
“Dengan harga yang lebih kompetitif dan teknologi yang terus berkembang, J-10C menjadi pilihan realistis di tengah keterbatasan anggaran dan dinamika geopolitik,” kata analis pertahanan, Dr. Haris Gunawan dari Universitas Pertahanan.
Pengumuman ini segera menarik perhatian negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Singapura, Malaysia, dan Australia di laporkan memperketat pemantauan terhadap arah kebijakan pertahanan Indonesia yang di nilai semakin berani dan independen.
Keputusan ini juga mencerminkan pergeseran aliansi teknologi militer di kawasan, di mana Indonesia berupaya menyeimbangkan hubungan dengan berbagai kekuatan besar tanpa bergantung pada satu blok.
“Langkah Indonesia membeli J-10C adalah sinyal kuat bahwa Jakarta ingin memiliki otonomi strategis di tengah persaingan global,” ujar analis keamanan regional, Arif Suryanto.
Dengan tambahan 42 jet tempur J-10C, TNI AU akan memiliki kombinasi kekuatan udara paling beragam di Asia Tenggara, terdiri dari F-16, Sukhoi Su-27/30, Rafale.
Dan kini J-10C. Di versifikasi ini memperkuat daya gentar dan fleksibilitas operasional Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayah udara nasional.
“Ini bukan sekadar pembelian alutsista, tapi langkah menuju kemandirian pertahanan nasional dan penguatan posisi Indonesia di kawasan,” tutup Menkeu Purbaya.(*)







