ABWA – Dalam perjalanan menuju Madinah, Rasulullah Muhammad SAW singgah di sebuah tempat sunyi bernama Abwa, Tanahnya tandus, angin padang pasir berhembus pelan, seakan membawa kembali kenangan masa lalu yang begitu mendalam.
Di tempat inilah jasad mulia Aminah binti Wahb, ibunda Rasulullah SAW, di makamkan, Saat rombongan berhenti, Rasulullah meminta izin untuk menyendiri sejenak. Dengan langkah perlahan penuh takzim, beliau berjalan menuju gundukan tanah yang telah puluhan tahun menyimpan rindu yang tak pernah terjawab.
Sesampainya di depan makam ibunda, Rasulullah duduk dengan penuh hormat, menunduk dalam diam. Suasana hening, seolah alam pun menahan napas menyaksikan momen suci itu.
Tiba-tiba air mata beliau menetes. Tangisnya pecah, Rasulullah SAW menangis seperti seorang anak yang kehilangan pelukan ibunya, meski saat itu beliau adalah seorang pemimpin umat, kekasih Allah, dan teladan seluruh dunia.
Para sahabat yang menyaksikan ikut larut dalam tangis, Mereka tak kuasa menahan haru melihat air mata Rasulullah. Dengan hati-hati, seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis begitu dalam?”
Dengan suara lirih penuh makna, Rasulullah menjawab: “Aku di beri izin untuk menziarahi makam ibuku, namun tidak di izinkan untuk memintakan ampun baginya dan Aku menangis karena aku teringat kasih sayangnya padaku ketika aku kecil. Dan rindu ini begitu dalam.”
Peristiwa di Abwa mengandung pelajaran besar bagi umat manusia. Tangis Rasulullah bukanlah tanda kelemahan, melainkan ungkapan cinta yang murni, rindu yang dalam, sekaligus teladan bakti seorang anak kepada orang tuanya.
Dari momen itu, umat Islam di ajak untuk memahami bahwa meski seorang nabi memiliki kedudukan mulia, beliau tetap manusia yang memiliki ruang rindu, cinta, dan kesedihan.
Menziarahi makam orang tua, mendoakan, serta merawat kenangan adalah bentuk cinta sekaligus bakti tertinggi dan Tangis Rasulullah di Abwa adalah tangis suci dan cahaya cinta seorang anak yang tak pernah padam kepada ibunda tercinta.(*)







