Jambi, Eksisjambi.com – Pembangunan jalan khusus batubara di Provinsi Jambi bukan hanya urusan infrastruktur, tetapi juga ujian bagi kemampuan pemerintah daerah dalam membaca arah kebijakan nasional dan menarik investasi.
Di tengah keterbatasan anggaran, skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dinilai menjadi jalan tengah antara kepentingan publik dan efisiensi investasi.
Hadirnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2024 memperkuat landasan hukum bagi model kemitraan tersebut. Regulasi ini memberikan dukungan fiskal dan insentif yang lebih jelas bagi proyek-proyek strategis daerah.
Bagi Jambi, kebijakan ini menjadi peluang besar untuk mempercepat penyelesaian jalan khusus batubara, proyek vital yang diharapkan bisa mengurai kemacetan, mengurangi angka kecelakaan, sekaligus menjaga keseimbangan antara aktivitas ekonomi dan keselamatan masyarakat.
Berdasarkan data Dinas PUPR Provinsi Jambi, banyak ruas jalan kabupaten dan kota berada dalam kondisi rusak ringan hingga rusak berat (https://jdac.jambiprov.go.id).
Khusus di Kabupaten Muaro Jambi, sekitar 50 persen jalan kabupaten dilaporkan rusak berat, dan hanya 27,45 persen yang tergolong baik (IMC News, 17 Desember 2023).
Kondisi serupa terjadi di tingkat provinsi. Sekitar 22,62 persen jalan provinsi di Jambi mengalami kerusakan (Jambi One).
Situasi ini memperlihatkan pentingnya pembangunan jalur khusus batubara agar truk angkutan tambang tidak lagi membebani jalan umum yang digunakan masyarakat.
Jambi termasuk salah satu daerah penghasil batubara utama di Sumatra. Pada tahun 2023, volume ekspor batubara dari provinsi ini mencapai 7,19 miliar kilogram dengan nilai lebih dari US$ 360 juta (BPS Jambi).
Namun, distribusi batubara dari tambang ke pelabuhan masih menjadi tantangan besar. Pada salah satu triwulan 2024, ekspor batubara bahkan anjlok 80 persen, dari 1,53 juta ton menjadi hanya 298 ribu ton (Jambi Independent).
Penurunan tersebut disinyalir dipicu oleh persoalan logistik dan infrastruktur jalan yang tidak memadai.
Data historis BPS Jambi 2018–2022 juga menunjukkan fluktuasi produksi batubara yang tinggi (Repository UNJA), menandakan perlunya sistem transportasi yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Melalui PMK Nomor 68 Tahun 2024 tentang Dukungan Fiskal dan Fasilitas dalam Proyek KPBU, pemerintah membuka peluang lebih besar bagi daerah untuk bermitra dengan sektor swasta.
Ada tiga fasilitas utama yang disiapkan dalam kebijakan ini:
Project Development Facility (PDF) – untuk membantu pembiayaan tahap penyiapan proyek, Viability Gap Fund (VGF) – bagi proyek yang layak secara sosial namun belum layak secara finansial, Availability Payment (AP) – mekanisme pembayaran berbasis kinerja setelah proyek beroperasi.
Dengan skema ini, pemerintah daerah tidak harus menanggung seluruh biaya di awal, sementara investor mendapatkan kepastian pengembalian investasi jangka panjang.
Model KPBU seperti ini bisa mempercepat pembangunan jalan khusus batubara tanpa membebani APBD, asalkan dikelola secara transparan dan akuntabel.
Menurut Yulfi Alfikri Noer, S.IP., M.AP, akademisi UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, PMK Nomor 68 Tahun 2024 harus dipahami bukan sekadar aturan teknis, tetapi sebagai momentum transformasi tata kelola pembangunan daerah.
“Percepatan proyek jalan khusus batubara bukan hanya urusan teknis antara tambang dan pelabuhan, tetapi ukuran kematangan tata kelola pembangunan di Jambi,” ujarnya.
“Keberhasilannya ditentukan oleh seberapa besar manfaatnya bagi masyarakat dan seberapa kuat ia menjadi warisan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.”
Melalui sinergi regulasi dan investasi ini, pemerintah daerah diharapkan bisa bergerak dari paradigma “membangun proyek” menuju “membangun sistem”.
Dengan demikian, PMK 68/2024 bukan hanya instrumen fiskal, tetapi simbol perubahan cara pandang terhadap pembangunan: kolaboratif, transparan, dan berorientasi jangka panjang.
Pada akhirnya, proyek jalan khusus batubara di Jambi akan menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah daerah mampu mengelola kerja sama dengan dunia usaha secara efektif.
Ukuran keberhasilan bukan hanya seberapa cepat jalan selesai, tetapi seberapa besar dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Jika dijalankan dengan tata kelola yang baik, PMK 68/2024 bisa menjadi pijakan penting dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur strategis yang tidak hanya menggerakkan ekonomi, tetapi juga meninggalkan warisan beradab bagi generasi mendatang.(*)